Etanol (etil alkohol) merupakan salah
satu produk mikrobial yang
diproduksi pada fase eksponensial.
Alkohol sudah dikenal
sejak zaman dahulu,
dan sekarang pneggunaanya
sudah sangat luas
terutama di bidang
industri
(Tjokroadikoesoemo,1993).
Etanol disebut juga
etil etanol dengan rumus kimia CH3CH2OH di bidang industri dapat
digunakan sebagai bahan bakar alat pemanas,
penerangan, atau pembangkit tenaga, pelarut bahan kimia, obat-obatan,
detergen, oli dan lilin.Selain itu etanol juga digunakan dalam keperluan dilaboratorium ataupun keperluan rumah tangga.Etanol
tidak hanya dapat
dibentuk oleh mikroba
saja, tetapi banyak
jenis tumbuhan dan fungi
mampu membentuk etanol.Khamir
seperti juga pada
jenis-jenis fungi lainnya merupakan
organisme aerob.Dalam lingkungan
tanpa oksigen khamir
mampu memfermentasikan
karbohidrat menjadi etanol
dan karbondioksida pada
beberapa jenis bakteri
anaerob dan bakteri
fakultatif anaerob, senyawa
heksosa dan pentosa
dapat di fermentasikan menjadi alkohol sebagai produk
utama / produk samping (Schlegel, 1994).
Bio-etanol merupakan
salah satu jenis
biofuel (bahan bakar
cair dari pengolahan tumbuhan) di
samping Biodiesel. Bio-etanol
adalah etanol yang dihasilkan
dari fermentasi glukosa (gula)
yang dilanjutkan dengan
proses destilasi. Proses
destilasi dapat menghasilkan etanol
dengan kadar 95%
volume, untuk digunakan
sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih
dimurnikan lagi hingga
mencapai 99% yang
lazim disebut fuel
grade ethanol (FGE). Proses
pemurnian dengan prinsip
dehidrasi umumnya dilakukan
dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan air dari senyawa etanol.
Produksi
ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi
gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukkan pada Tabel 1
Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati
Atau Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol
Bahan Baku
|
Kandungan Gula
Dalam Bahan Baku
(Kg)
|
Jmlh Hasil Konversi Bioethanol (Liter)
|
Perbandingan Bahan Baku dan Bioethanol
|
|
Jenis
|
Konsumsi (Kg)
|
|||
Ubi Kayu
|
1000
|
250-300
|
166,6
|
6,5 : 1
|
Ubi Jalar
|
1000
|
150-200
|
125
|
8 : 1
|
Jagung
|
1000
|
600-700
|
200
|
5 : 1
|
Sagu
|
1000
|
120-160
|
90
|
12 : 1
|
Tetes
|
1000
|
500
|
250
|
4 : 1
|
Lignoselulosa mengandung
tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa (30-50%-berat), hemiselulosa
(15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). Salah satu BBN yang dapat dihasilkan
dari lignoselulosa adalah bioetanol generasi kedua. Proses konversi
lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.
Selulosa dapat dihidrolisis
menjadi glukosa dengan bantuan enzim selulase atau, tetapi umumnya tak dipilih,
dengan bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis menjadi pentosa (terutama
xilosa) dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer atau enzim hemiselulase.
Glukosa dan heksosa lain dapat
difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces
cerevisiae dengan reaksi :
C6H12O6 –>2
C2H5OH + 2 CO2
Xilosa dan pentosa lain dapat
difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai (seperti Pichia stipitis) dengan
mekanisme reaksi :
3
C5H10O5 –> 5 C2H5OH + 5 CO2
atau dikonversi menjadi produk
lain (xilitol, furfural, dan lain-lain).
Sumber : Slide Kuliah Teknologi Kemurgi oleh Dr. Tatang Hernas
Soerawidjaja dalam http://majarimagazine.com
Keunggulan Bioetanol sebagai bahan
bakar
Bioethanol
adalah ethanol yang diproduksi dari tumbuhan. Bioethanol tidak saja menjadi
alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun mampu juga
menurunkan emisi CO2. Dalam hal prestasi mobil, bioethanol dan gasohol
(kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin. Pada dasarnya
pembakaran bioethanol tidak menciptakan CO2 netto ke lingkungan karena zat yang
sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol.
Bioethanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, gandum, singkong,
padi, lobak, gandum hitam.Biodiesel serupa dengan bioethanol, biodiesel telah
digunakan di beberapa negara sebagai pengganti solar.
Biodiesel
didapatkan dari minyak tumbuhan seperti sawit, kelapa, jarak pagar, kapok.
Kadar sulfur yang relatif rendah serta angka cetane yang lebih tinggi menambah
daya tarik penggunaan biodiesel dibandingkan solar. Seperti diketahui,
tingginya kandungan sulfur merupakan slah satu kendala dalam penggunaan mesin
diesel.Green Transport FuelDua minyak berbahan dasar tumbuhan tersebut
(bioethanol & biodiesel) saat ini mendapat perhatian besar dan
penggunaannya cukup besar di negara-negara maju. Faktor yang memicu peningkatan
bahan bakar ethanol adalah berlakunya peraturan reduksi emisi gas rumah kaca,
yaitu Clean Air Act 1990 (di Amerika Serikat) dan Kyoto Protocol.
Supply
ethanol sebagai bahan pencampur minyak fosil beberapa tahun belakangan ini
menandakan dimulainya era bahan bakar hijau (green transport fuels). Produk
minyak yang sangat ramah lingkungan ini lebih populer disebut gasohol. Gasohol
diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan meningkatkan
kesejahteraan jutaan petani yang menanam tanaman untuk bahan baku
ethanol.Berikut merupakan beberapa keunggulan dari penggunaan ethanol sebagai
bahan bakar. Diproduksi dari tanaman yang bersifat renewable.Mengandung kadar
oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih sempurna.Penggunaan gasohol
dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.Pembakaran tidak menghasilkan partikel
timbal dan benzene yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker).Mengurangi emisi
fine-particulates yang membahayakan kesehatan manusia.Mudah larut dalam air dan
tidak mencemari air permukaan dan air tanah.
Produksi
Bioethanol
Prinsip pembuatan etanol
sangat sederhana, etanol berkadar 6-12% dimasukan ketangki evaporator dan
dipanaskan sampai temperatur 78 C (titik didih etanol). Temperatur ini perlu
dijaga karena jika temperatur didalam evaporator melewati 80 C, uap air akan
ikut masuk kealat destilasi. uap etanol dialirkan alat destilasi, dialam alat
destilasi uap etanol akan terkondensasi menjadi etanol cair.
Sumber : http://www.htysite.com
PROSES
GELATINASI
Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen. Kemudian bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
• Bubur pati dipanaskan sampai 130o C selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95o C yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Temperatur 95o C tersebut dipertahankan selama sekitar 1 ¼ jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.
• Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130o C selama 2 jam.
Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95o C aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu tinggi (130o C) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi.
Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen. Kemudian bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
• Bubur pati dipanaskan sampai 130o C selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95o C yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Temperatur 95o C tersebut dipertahankan selama sekitar 1 ¼ jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.
• Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130o C selama 2 jam.
Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95o C aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu tinggi (130o C) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi.
Gelatinasi
cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung ( gelatinasi dengan enzyme termamyl )
pada temperature 130o C menghasilkan hasil yang kurang baik, karena mengurangi
aktifitas yeast. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzyme pada suhu
130o C akan terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap
yeast. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap
penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas termamyl akan semakin menurun
setelah melewati suhu 95o C. Selain itu, tingginya temperature tersebut juga
akan mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada
temperature 93o C, half life dari termamyl adalah 1500 menit, sedangkan pada
temperature 107o C, half life termamyl tersebut adalah 40 menit (Wasito, 1981).
Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai 55o C, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan yeast (ragi) Saccharomyzes ceraviseze.
Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi. Kebutuhan hara tersebut adalah sebagai berikut:
a. Urea sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
b. NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
Untuk contoh di atas, kebutuhan urea adalah sebanyak 70 gr dan NPK sebanyak 14 gr. Gerus urea dan NPK ini sampai halus, kemudian ditambahkan ke dalam larutan molasses dan diaduk.
Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai 55o C, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan yeast (ragi) Saccharomyzes ceraviseze.
Urea dan NPK berfungsi sebagai nutrisi ragi. Kebutuhan hara tersebut adalah sebagai berikut:
a. Urea sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
b. NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula dalam larutan fermentasi.
Untuk contoh di atas, kebutuhan urea adalah sebanyak 70 gr dan NPK sebanyak 14 gr. Gerus urea dan NPK ini sampai halus, kemudian ditambahkan ke dalam larutan molasses dan diaduk.
Bahan
aktif ragi roti adalah khamir Saccharomyces cereviseae yang dapat memfermentasi
gula menjadi etanol. Ragi roti mudah dibeli di toko-toko bahan-bahan kue atau
di supermarket. Sebaiknya tidak menggunakan ragi tape, karena ragi tape terdiri
dari beberapa mikroba. Kebutuhan ragi roti adalah sebanyak 0.2% dari kadar gula
dalam larutan molasses. Untuk contoh di atas kebutuhan raginya adalah sebanyak
28 gr.
Ragi roti diberi air hangat-hangat kuku secukupnya. Kemudian diaduk-aduk perlahan hingga tempak sedikit berbusa. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam fermentor. Fermentor ditutup rapat.
Ragi roti diberi air hangat-hangat kuku secukupnya. Kemudian diaduk-aduk perlahan hingga tempak sedikit berbusa. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam fermentor. Fermentor ditutup rapat.
Enzim
yang digunakan adalah alfa-amilase pada tahap likuifikasi, sedangkan tahap
sakarifikasi digunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan penelitian, penggunaan
a-amilase pada tahap likuifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 50.83 pada
konsentrasi a-amilase 1.75 U/g pati dan waktu likuifikasi 210 menit, dan
glukoamilase pada tahap sakarifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 98.99 pada
konsentrasi enzim 0.3 U/g pati dengan waktu sakarifikasi 48 jam.
PROSES
FERMENTASI
Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987).
Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32o C. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78o C sedangkan air adalah 100o C (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100o C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan.
Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987).
Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32o C. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78o C sedangkan air adalah 100o C (Kondisi standar).
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100o C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan.
Alkohol
yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas - gas
antara lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi ethano l/
bio-ethanol) dan aldehyde yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi
tersebut biasanya mencapai 35 persen volume, sehingga untuk memperoleh
ethanol/bio-ethanol yang berkualitas baik, ethanol/bio-ethanol tersebut harus
dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2
dilakukan dengan menyaring ethanol/bio-ethanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar ethanol/bio-ethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai 10 persen saja, sehingga untuk memperoleh ethanol yang berkadar alkohol 95 persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses distilasi. Proses distilasi dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan rectifying column. Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah
“volume ethanol pada temperatur 15o C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5o C dan
kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5 o C atau 96,2% pada temperatur 15o C (Wasito, 1981).
Pada umumnya hasil fermentasi adalah bio-ethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% dan belum dpat dikategorikan sebagai fuel based ethanol. Agar dapat mencapai kemurnian diatas 95% , maka lakohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi.
dilakukan dengan menyaring ethanol/bio-ethanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar ethanol/bio-ethanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai 10 persen saja, sehingga untuk memperoleh ethanol yang berkadar alkohol 95 persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses distilasi. Proses distilasi dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan rectifying column. Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah
“volume ethanol pada temperatur 15o C yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5o C dan
kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5 o C atau 96,2% pada temperatur 15o C (Wasito, 1981).
Pada umumnya hasil fermentasi adalah bio-ethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% dan belum dpat dikategorikan sebagai fuel based ethanol. Agar dapat mencapai kemurnian diatas 95% , maka lakohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi.
PROSES
DISTILASI ( PENYULINGAN ):
Terdapat
dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed
distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe
tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk
menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan
untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu
yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah 35o C dan 20o C di bagian atas.
Proses produksi FGE dari bahan berpati disajikan pada Gambar 49, sedangkan
Gambar dibawah ini menunjukkan proses produksi FGE dari ubi kayu.
Sebagaimana
disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95%
agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang
mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk
memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih
kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali.
Untuk
memperoleh bio-ethanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum
disebut fuel based ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan
hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa,
oleh karena itu untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilaksanakan pemurnian
lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi.
Sumber : http://www.htysite.com
REFERENSI
Sumber : http://www.htysite.com
Hartoyo,
Dwi.2002. Pembuatan Bioethanol”.( http://www.htysite.com/bio%20etanol%2002.htm,diunduh
pada 31 juni 2012)
Hollic,
Tigrey.2009.”Ethanol”.( http://tigreyholic.blogspot.com/2009/03/etanol.html
pada 31 juni 2012)
Pintar,
Anak.2010. “Bioethanol”.( http://anakpintarunhas.blogspot.com/2011/10/bioetanol.html,
diunduh pada 31 juni 2012)
Shofinita,
Dyan.2009.“Bioethanol Generasi Kedua”(http://majarimagazine.com/2009/02/bioetanol-generasi-kedua/, diunduh pada 31 Juni 2012)
makasiii.,.,.
BalasHapus